Cerita Om Soetardjo - Warung Cerita Sex

Minggu, 20 Agustus 2017

Cerita Om Soetardjo

Cerita Hot,Cerita Hot Nyata,Cerita Hot Terbaik,Cerita Seks,Cerita Dewasa,Cerita Mesum,Cerita Bokep,Cerita Ngentot Cerita .......
Namaku Almira, usiaku 17 tahun dan aku adalah anak kedua dari pasangan Menado-Sunda. Kulitku putih, tinggi sekitar 168 cm dan berat 50 kg. Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada 36B. Dalam keluargaku, semua wanitanya rata-rata berbadan seperti aku, sehingga tidak seperti gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang indah sampai rela berdiet ketat. Di keluarga kami justru makan apapun tetap segini-segini saja.

Suatu sore dalam perjalanan pulang sehabis latihan cheers di sek olah, aku disuruh ayah mengantarkan surat-surat penting ke rumah temannya yang biasa dipanggil Om Soetardjo. Kebetulan rumahnya memang melewati rumah kami karena letaknya di kompleks yang sama di perumahan elit selatan Jakarta.
Om Soetardjo ini walau usianya sudah di akhir kepala 4, namun wajah dan gayanya masih seperti anak muda. Dari dulu diam-diam aku sedikit menaruh hati padanya. Habis selain ganteng dan rambutnya sedikit beruban, badannya juga tinggi tegap dan hobinya berenang serta tenis. Ayah kenal dengannya sejak semasa kuliah dulu, oleh sebab itu kami lumayan dekat dengan keluarganya.
Kedua anaknya sedang kuliah di Amerika, sedang istMirya aktif di kegiatan sosial dan sering pergi ke pesta-pesta. Ibu sering diajak oleh si Tante Mela, istri Om Soetardjo ini, namun ibu selalu menolak karena dia lebih senang di rumah.
Dengan diantar supir, aku sampai juga di rumahnya Om Soetardjo yang dari luar terlihat sederhana namun di dalam ada kolam renang dan kebun yang luas. Sejak kecil aku sudah sering ke sini, namun baru kali ini aku datang sendiri tanpa ayah atau ibuku. Masih dengan seragam cheers-ku yang terdiri dari rok lipit warna biru yang panjangnya belasan centi diatas paha, dan kaos ketat tanpa lengan warna putih, aku memencet bel pintu rumahnya sambil membawa amplop besar titipan ayahku.
Ayah memang sedang ada bisnis dengan Om Soetardjo yang pengusaha kayu, maka akhir-akhir ini mereka giat saling mengontak satu sama lain. Karena ayah ada rapat yang tidak dapat ditunda, maka suratnya tidak dapat dia berikan sendiri.
Seorang pembantu wanita yang sudah lumayan tua keluar dari dalam dan membukakan pintu untukku. Sementara itu kusuruh supirku menungguku di luar. Ketika memasuki ruang tamu, si pembantu berkata,
“Tuan sedang berenang, Non. Tunggu saja di sini biar saya beritahu Tuan kalau Non sudah datang.”
“Makasih, Bi.” jawabku sambil duduk di sofa yang empuk.
Sudah 10 menit lebih menunggu, si bibi tidak muncul-muncul juga, begitu pula dengan Om Soetardjo. Karena bosan, aku jalan-jalan dan sampai di pintu yang ternyata menghubungkan rumah itu dengan halaman belakang dan kolam renangnya yang lumayan besar. Kubuka pintunya dan di tepi kolam kulihat Om Soetardjo yang sedang berdiri dan mengeringkan tubuh dengan handuk.
“Ooh..” pekikku dalam hati demi melihat tubuh atletisnya terutama bulu-bulu dadanya yang lebat, dan tonjolan di antara kedua pahanya. Wajahku agak memerah karena mendadak aku jadi horny, dan buah dadaku terasa gatal. Om Soetardjo menoleh dan melihatku berdiri terpaku dengan tatapan tolol, dia pun tertawa dan memanggilku untuk menghampiMirya.

“Halo Almira, apa kabar kamu..?” sapa Om Soetardjo hangat sambil memberikan sun di pipiku. Aku pun balas sun dia walau kagok,
“Oh, baik Om. Om sendiri apa kabar..?”
“Om baik-baik aja. Kamu baru pulang dari sekolah yah..?” tanya Om Soetardjo sambil memandangku dari atas sampai ke bawah. Tatapannya berhenti sebentar di dadaku yang membusung terbungkus kaos ketat, sedangkan aku sendiri hanya dapat tersenyum melihat tonjolan di celana renang Om Soetardjo yang ketat itu mengeras.
“Iya Om, baru latihan cheers. Tante Mella mana Om..?” ujarku basa-basi.
“Tante Mella lagi ke Bali sama teman-temannya. Om ditinggal sendirian nih.” balas Om Soetardjo sambil memasang kimono di tubuhnya.
“Ooh..” jawabku dengan nada sedikit kecewa karena tidak dapat melihat tubuh atletis Om Soetardjo dengan leluasa lagi. “Ke dapur yuk..!”
“Kamu mau minum apa Mir..?” tanya Om Soetardjo ketika kami sampai di dapur.
“Air putih aja Om, biar awet muda.” jawabku asal. Sambil menunggu Om Soetardjo menuangkan air dingin ke gelas, aku pindah duduk ke atas meja di tengah-tengah dapurnya yang luas karena tidak ada bangku di dapurnya.
“Duduk di sini boleh yah Om..?” tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan membiarkan paha putihku makin tinggi terlihat.
“Boleh kok Mir.” kata Om Soetardjo sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.
Namun entah karena pandangannya terpaku pada cara dudukku yang menggoda itu atau memang beneran tidak sengaja, kakinya tersandung ujung keset yang berada di lantai dan Om Soetardjo pun limbung ke depan hingga menumpahkan isi gelas tadi ke baju dan rokku.
“Aaah..!” pekikku kaget, sedang kedua tangan Om Soetardjo langsung menggapai pahaku untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
“Aduh.., begimana sih..? Om nggak sengaja Mir. Maaf yah, baju kamu jadi basah semua tuh. Dingin nggak airnya tadi..?” tanya Om Soetardjo sambil buru-buru mengambil lap dan menyeka rok dan kaosku.
Aku yang masih terkejut hanya diam mengamati tangan Om Soetardjo yang berada di atas dadaku dan matanya yang nampak berkonsentrasi menyeka kaosku. Putingku tercetak semakin jelas di balik kaosku yang basah dan hembusan napasku yang memburu menerpa wajah Om Soetardjo.
“Om.. udah Om..!” kataku lirih. Dia pun menoleh ke atas memandang wajahku dan bukannya menjauh malah meletakkan kain lap tadi di sampingku dan mendekatkan kembali wajahnya ke wajahku dan tersenyum sambil mengelus rambutku.
“Kamu cantik, Almira..” ujarnya lembut. Aku jadi tertunduk malu tapi tangannya mengangkat daguku dan malahan menciumku tepat di bibir. Aku refleks memejamkan mata dan Om Soetardjo kembali menciumku tapi sekarang lidahnya mencoba mendesak masuk ke dalam mulutku. Aku ingin menolak rasanya, tapi dorongan dari dalam tidak dapat berbohong. Aku balas melumat bibirnya dan tanganku meraih pundak Om Soetardjo, sedang tangannya sendiri meraba-raba pahaku dari dalam rokku yang makin terangkat hingga terlihat jelas celana dalam dan selangkanganku.
 Agen Judi Online Terpercaya


Ciumannya makin buas, dan kini Om Soetardjo turun ke leher dan menciumku di sana. Sambil berciuman, tanganku meraih pengikat kimono Om Soetardjo dan membukanya. Tanganku menelusuri dadanya yang bidang dan bulu-bulunya yang lebat, kemudian mengecupnya lembut. Sementara itu tangan Om Soetardjo juga tidak mau kalah bergerak mengelus celana dalamku dari luar, kemudian ke atas lagi dan meremas buah dadaku yang sudah gatal sedari tadi.
aku melenguh agak keras dan Om Soetardjo pun makin giat meremas-remas dadaku yang montok itu. Perlahan dia melepaskan ciumannya dan aku membiarkan dia melepas kaosku dari atas. Kini aku duduk hanya mengenakan bra hitam dan rok cheersku itu. Om Soetardjo memandangku tidak berkedip. Kemudian dia bergerak cepat melumat kembali bibirku dan sambil french kissing, tangannya melepas kaitan bra-ku dari belakang dengan tangannya yang cekatan.
Kini dadaku benar-benar telanjang bulat. Aku masih merasa aneh karena baru kali ini aku telanjang dada di depan pria yang bukan pacarku. Om Soetardjo mulai meremas kedua buah dadaku bergantian dan aku memilih untuk memejamkan mata dan menikmati saja. Tiba-tiba aku merasa putingku yang sudah tegang akibat nafsu itu menjadi basah, dan ternyata Om Soetardjo sedang asyik menjilatnya dengan lidahnya yang panjang dan tebal. Uh.., jago sekali dia melumat, mencium, menarik-narik dan menghisap-hisap puting kiri dan kananku.
Tanpa kusadari, aku pun mengeluarkan erangan yang lumayan keras, dan itu malah semakin membuat Om Soetardjo bernafsu.
“Oom.. aah.. aah..!”
“Mir, kamu kok seksi banget sih..? Om suka banget sama badan kamu, bagus banget. Apalagi ini..” godanya sambil memelintir putingku yang makin mencuat dan tegang.
“Ahh.., Om.. gelii..!” balasku manja.
“Sshh.. jangan panggil ‘Om’, sekarang panggil ‘Soetardjo’ aja ya, Mir. Kamu kan udah gede..” ujarnya.
“Iya deh, Om.” jawabku nakal dan Om Soetardjo pun sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi.
“Eeeh..! Om.. eh Soetardjo.. geli aah..!” kataku sambil sedikit cemberut namun dia tidak menjawab malahan mencium bibirku mesra.
Entah kapan tepatnya, Om Soetardjo berhasil meloloskan rok dan celana dalam hitamku, yang pasti tahu-tahu aku sudah telanjang bulat di atas meja dapur itu dan Om Soetardjo sendiri sudah melepas celana renangnya, hanya tinggal memakai kimononya saja. Kini Om Soetardjo membungkuk dan jilatannya pindah ke selangkanganku yang sengaja kubuka selebar-lebarnya agar dia dapat melihat isi kemaluanku yang merekah dan berwarna merah muda.
Kemudian lidah yang hangat dan basah itu pun pindah ke atas dan mulai mengerjai klitorisku dari atas ke bawah dan begitu terus berulang-ulang hingga aku mengerang tidak tertahan. “Aeeh.. uuh.. Rob.. aawh.. ehh..!” Aku hanya dapat mengelus dan menjambak rambut Om Soetardjo dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku berusaha berpegang pada atas meja untuk menopang tubuhku agar tidak jatuh ke depan atau ke belakang.
Badanku terasa mengejang serta cairan kemaluanku terasa mulai meleleh keluar dan Om Soetardjo pun menjilatinya dengan cepat sampai kemaluanku terasa kering kembali. Badanku kemudian direbahkan di atas meja dan dibiarkannya kakiku menjuntai ke bawah, sedang Om Soetardjo melebarkan kedua kakinya dan siap-siap memasukkan kemaluannya yang besar dan sudah tegang dari tadi ke dalam kemaluanku yang juga sudah tidak sabar ingin dimasuki olehnya.
Perlahan Om Soetardjo mendorong kemaluannya ke dalam kemaluanku yang sempit dan kemaluannya mulai menggosok-gosok dinding kemaluanku. Rasanya benar-benar nikmat, geli, dan entah apa lagi, pokoknya aku hanya memejamkan mata dan menikmati semuanya.
“Aawww.. gede banget sih Rob..!” ujarku karena dari tadi Om Soetardjo belum berhasil juga memasukkan seluruh kemaluannya ke dalam kemaluanku itu.
“Iyah.., tahan sebentar yah Sayang, kemaluan kamu juga sempitnya.. ampun deh..!” Aku tersenyum sambil menahan gejolak nafsu yang sudah menggebu.
Akhirnya setelah lima kali lebih mencoba masuk, kemaluan Om Soetardjo berhasil masuk seluruhnya ke dalam kemaluanku dan pinggulnya pun mulai bergerak maju mundur. Makin lama gerakannya makin cepat dan terdengar Om Soetardjo mengerang keenakan.
“Ah Mir.. enak Mir.. aduuh..!”
“Iii.. iyaa.. Om.. enakk.. ngentott.. Om.. teruss.. eehh..!” balasku sambil merem melek keenakan.
Om Soetardjo tersenyum mendengarku yang mulai meracau ngomongnya. Memang kalau sudah begini biasanya keluar kata-kata kasar dari mulutku dan ternyata itu membuat Om Soetardjo semakin nafsu saja.
“Awwh.. awwh.. aah..!” puncak kenikmatanku mulai lagi. Tidak lama kemudian badanku diperosotkan ke bawah dari atas meja dan diputar menghadap ke depan meja, membelakangi Om Soetardjo yang masih berdiri tanpa mencabut kemaluannya dari dalam kemaluanku. Diputar begitu rasanya cairanku menetes ke sela-sela paha kami dan gesekannya benar-benar nikmat.
Kini posisiku membelakangi Om Soetardjo dan dia pun mulai menggenjot lagi dengan gaya doggie style. Badanku membungkuk ke depan, kedua buah dada montokku menggantung bebas dan ikut berayun-ayun setiap kali pinggul Om Soetardjo maju mundur. Aku pun ikut memutar-mutar pinggul dan pantatku. Om Soetardjo mempercepat gerakannya sambil sesekali meremas gemas pantatku yang semok dan putih itu, kemudian berpindah ke depan dan mencari putingku yang sudah sangat tegang dari tadi.
“Awwh.. lebih keras Om.. pentilnya.. puterr..!” Mirtihku dan Om Soetardjo serta merta meremas putingku lebih keras lagi dan tangan satunya bergerak mencari klitorisku. Kedua tanganku berpegang pada ujung meja dan kepalaku menoleh ke belakang melihat Om Soetardjo yang sedang merem melek keenakan. Gila rasanya tubuhku banjir keringat dan nikmatnya tangan Om Soetardjo di mana-mana yang menggerayangi tubuhku.
Putingku diputar-putar makin keras sambil sesekali buah dadaku diremas kuat. Klitorisku digosok-gosok makin gila, dan hentakan kemaluannya keluar masuk kemaluanku makin cepat. Akhirnya puncak kenikmatanku mulai lagi. Bagai terkena badai, tubuhku mengejang kuat dan lututku lemas sekali. Begitu juga dengan Om Soetardjo, akhirnya dia ejakulasi juga dan memuncratkan spermanya di dalam kemaluanku yang hangat.
“Aaah.. MIrr..!” erangnya. Om Soetardjo melepaskan kemaluannya dari dalam kemaluanku dan aku berlutut lemas sambil bersandar di samping meja dapur dan mengatur napasku. Om Soetardjo duduk di sebelahku dan kami sama-sama masih terengah-engah setelah pertempuran yang seru tadi.
“Sini Om..! Almira bersihin sisanya tadi..!” ujarku sambil membungkuk dan menjilati sisa-sisa cairan cinta tadi di sekitar selangkangan Om Soetardjo. Om Soetardjo hanya terdiam sambil mengelus rambutku yang sudah acak-acakan. Setelah bersih, gantian Om Soetardjo yang menjilati selangkanganku, kemudian dia mengumpulkan pakaian seragamku yang berceceran di lantai dapur dan mengantarku ke kamar mandi.
Setelah mencuci kemaluanku dan memakai seragamku kembali, aku keluar menemui Om Soetardjo yang ternyata sudah memakai kaos dan celana kulot, dan kami sama-sama tersenyum.
“Mir, Om minta maaf yah malah begini jadinya, kamu nggak menyesal kan..?” ujar Om Soetardjo sambil menarik diriku duduk di pangkuannya.
“Enggak Om, dari dulu Almira emang senang sama Om, menurut Almira Om itu temen ayah yang paling ganteng dan baik.” pujiku.
“Makasih ya Sayang, ingat kalau ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?” balasnya.
“Iya Om, makasih juga yah permainannya yang tadi, Om jago deh.”
“Iya Mir, kamu juga. Om aja nggak nyangka kamu bisa muasin Om kayak tadi.”
“He.. he.. he..” aku tersipu malu.
“Oh iya Om, ini titipannya ayah hampir lupa.” ujarku sambil buru-buru menyerahkan titipan ayah pada Om Soetardjo.
“Iya, makasih ya Almira sayang..” jawab Om Soetardjo sambil tangannya meraba pahaku lagi dari dalam rokku.
“Aah.. Om, Almira musti pulang nih, udah sore.” elakku sambil melepaskan diri dari Om Soetardjo. Om Soetardjo pun berdiri dan mencium pipiku lembut, kemudian mengantarku ke mobil dan aku pun pulang.
Di dalam mobil, supirku yang mungkin heran melihatku tersenyum-senyum sendirian mengingat kejadian tadi pun bertanya.
“Non, kok lama amat sih nganter amplop doang..? Ditahan dulu yah Non..?” Sambil menahan tawa aku pun berkata,
“Iya Pak, dikasih ‘wejangan’ pula..” Supirku hanya dapat memandangku dari kaca spion dengan pandangan tidak mengerti dan aku hanya membalasnya dengan senyuman rahasia. He..he..he..
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar