Cerita Sex Dewasa Diperkosa Gara-gara Mobil Mogok - Warung Cerita Sex

Selasa, 12 Desember 2017

Cerita Sex Dewasa Diperkosa Gara-gara Mobil Mogok

Warung Cerita Sex - Cerita Sex Dewasa Diperkosa Gara-gara Mobil Mogok - Laki-laki brengsek!, Tika mengumpat seraya menekan pedal gas Cielonya dalam-dalam.



Ia saja melewati pintu tol menuju Bandung, tapi pikirannya masih mengingat kejadian siang tadi ketika ia melihat Rendy, tunangannya sedang menyuapkan sesendok makanan ke seorang wanita di sebuah café.

Ketika Tika mendekati mereka wajah Rendy langsung pucat dan tergagap-gagap ia menjelaskan yang diyakini oleh Tika tidak ada satupun yang bisa dipercaya.

Oleh karena itu, ia memutuskan untuk berakhir pekan ke Bandung. Melupakan kekesalan hatinya. Ia langsung berangkat sepulang kerja, setelah mengepak keperluan secukupnya untuk berakhir pekan, Tika langsung berangkat menuju rumahnya yang ada di pinggiran kota Bandung.

Setelah beberapa saat keluar dari pintu tol, dan hari sudah gelap, sekitar pukul 8 malam. Tiba-tiba mesin mobilnya berbunyi aneh.

Dan tanpa disangka-sangka asap mengepul dari kap depan mobilnya menutupi dan mesin mobilnya langsung terbatuk-batuk dan berhenti.

Dengan sisa-sisa tenaga, mobil itu berhasil dkemudikan ke pinggir jalan oleh Tika yang kebingungan dan panik melihat asap yang mengepul dari depan.

Tika masih berusaha untuk menyalakan lagi mesin mobilnya, tapi sia-sia. “Shit!” Tika keluar dari mobil dan menemukan dirinya ada di pinggir jalan yang gelap, sumber cahaya hanya dari bulan purnama yang sedang bersinar.

Hampir tidak ada mobil yang lewat, sedangkan tidak ada tanda-tanda di sekitar situ ada rumah penduduk.

“Damn, gue musti nginep di mobil, sialan!”, Tika menendang ban mobilnya. Udara sekitar situ agak panas, untung Tika hanya mengenakan t-shirt dan celana pendek, sehingga panasnya udara tidak begitu mengganggunya.

Sedangkan untuk makanan, ia sudah mempersiapkan bekal untuk selama di perjalanan, biarpun seadanya tapi cukup untuk mengganjal perut.

Tapi Tika masih tetap berharap akan ada mobil yang lewat yang bisa membawanya ke bengkel atau wartel sehingga ada yang bisa menjemputnya.

Rupanya Tika tidak usah menunggu terlalu lama. Tak berapa lama terdengar suara deru kendaraan mendekat, lalu terlihat sepasang lampu, makin lama makin terang dan terlihat sebuah mobil box mendekati tempat Tika.

Tika langsung berdiri di tepi jalan dan melambai-lambaikan kedua tangannya.

“Haaii! Tolong Saya!”. Box itu berhenti dan minggir dua orang keluar. Yang satu berbadan hitam dan besar serta berotot, sedangkan yang satu lagi botak, dengan badan kekar.

Tika sempat ragu-ragu menghadapi kedua orang yang tampaknya kasar-kasar itu, tapi dirinya sangat membutuhkan tumpangan, dan ia berdoa agar tidak terjadi apa-apa.

“Ada yang bisa saya bantu, Non?”, tanya Botak dengan sopan, sementara Hitam diam dan hanya tersenyum tipis.

“Mobil saya tau-tau keluar asepnya. Terus mesinnya mati nggak mau jalan lagi”.

“Sial banget ya Non”, jawab Botak sambil melirik kaki Tika yang panjang.

“Bener. Padahal saya musti sampe ke Bandung hari ini juga. Bapak-bapak bisa bantu saya?”.

“eeh, bisa Non, mungkin kepanasan atau ada yang bocor. Bisa pinjem kuncinya Non?”.

Tika merogoh saku celana pendeknya dan memberikan kunci Cielo-nya. Saking leganya ia tidak melihat Hitam dan Botak bertukar pandang dan menyeringai.

“Tunggu sebentar ya Non. Kita mesti periksa dulu mobilnya”, kata Botak sambil menerima kunci dari Tika.

Tika memberikan senyumnya yang paling manis sebagai tanda terima kasih, dan ia lalu berjalan-jalan sekitar situ melemaskan kakinya yang kaku selama mengemudi.

“Waduuh!”, Botak berteriak ketika asap menyembur keluar dari kap yang ia buka.

Selama lima menit kemudian mereka berdua menunduk di mesin mobil Tika sambil berbisik-bisik. Sekali Tika bertemu pandang, dan Tika tersenyum.

Mereka membalasnya, lalu kembali memandang satu sama lainnya.

Beberapa saat Tika sedang melamun sambil memandang sebuah pohon di depannya ketika suara Botak dari belakangnya membuat ia terlompat kaget.

“Aduh, Saya sampe kaget Pak!”.

“Begini Non, mobilnya emang rusak, tapi temen saya ini bisa betulin. Gimana, Non mau nunggu dibetulin?” kata Botak sambil menunjuk Hitam.

“Oh!” Tika merasa lega, “Betul? Bisa dibetulin? Kalo begitu silakan Pak dikerjakan. Makasih sekali Pak!”.

“Cuma”, kata Botak “Kami minta.., ya.., sedikit imbalan atau..”, Botak tidak menyelesaikan kalimatnya sementara Hitam sekarang menyeringai.

“Oh iya Pak. Ten, tentu Pak. Bapak jangan kuatir”. kata Tika. Ia sendiri heran mengapa ia merasa begitu gugup.

“Berapa biayanya, nanti saya bayar. Juga nanti ada uang lelah untuk Bapak ber..”

Tika terheran-heran melihat kedua laki-laki dihadapannya tertawa terbahak-bahak.

“Ada apa?” tanyanya bingung. “Ada yang salah?”.

“Itu bukan imbalan yang kami minta nona manis!” mendengar nada suara Botak, Tika langsung sadar yang yang diingikan oleh mereka berdua atas dirinya.

Dadanya berdebar keras, keringat dingin mulai keluar. Ini pasti mimpi, katanya dalam hati. Mereka pasti hanya bergurau.

Matanya melihat suasana sekitarnya, gelap, tidak orang lain, tidak ada kendaraan yang lewat. Tidak ada.

“Sa, sa, saya nggak mengerti maksud Bapak!, Saya..”, Tika berusaha menenangkan dirinya. Wajah si Botak dan Hitam langsung berubah sinis.

“Tentu saja Non tau”, kata Botak dengan tenang.

“Perempuan cantik kayak Non, sendirian, dan butuh bantuan dari kita”, Hitam kembali tertawa sementara mata Tika membelalak tidak percaya pendengarannya.

“Tentu saja ada yang lebih baik dan bagus daripada dibayar dengan uang. Betul nggak Cing?”.

Tika  perlahan-lahan mundur, “Sa, sa, sa tetap nggak nge, ngerti”, berusaha agar tidak terdengar ketakutan. Tika merasa putus asa melihat Botak dan Hitam perlahan-lahan maju mendekati dirinya.

Air mata meleleh ke pipi Tika, “Tung, tunggu sebentar Pak! Jangan!” Tika terus mundur sementara jarak antara dirinya dan kedua laki-laki itu makin dekat.

“Lebih baek Non buka celana Non sekarang!”

Itu saat pertama terdengar suara keluar dari mulut Hitam. Tika langsung shock dan tidak dapat menguasai diri lagi. “Toloong! Toloong!”, Tika berteriak dan berbalik lari sekuat tenaga.

Anehnya kedua laki-laki itu tidak langsung mengejarnya. Tika menyadari kecil kemungkinan ada mobil yang akan lewat yang akan menolongnya.

Tapi ia tidak mau hanya berdiri dan menyerah diperkosa oleh kedua laki-laki itu. Nafas Tika mulai terengah-engah setelah ia sudah jauh berlari dari Botak dan Hitam.

Ketika ia menoleh Tika melihat Botak dan Hitam masuk ke box mereka dari menyalakan mesin. Tika semakin panik dan ketakutan menyangka mereka akan menabrakkan mobil itu pada dirinya.

Tika terus berteriak minta tolong sambil terengah-engah menyadari mobil itu makin mendekatinya.

Akhirnya mobil itu menjejeri dari sebelah kanan, dan Botak membuka jendela sambil meneriakinya.

“Lari terus Non!, Terus!, Cepeten Non! TerusS!”, Tika berusaha mempercepat larinya sambil terus berteriak, “Jangaan!”.

Tiba-tiba box itu berhenti tiba-tiba, Tika terus berlari. Nafasnya hampir putus, terengah-engah, menangis tersengal-sengal. Keringat membanjiri tubuhnya.

Menyadari box tadi berhenti mengejarnya, ia sedikit merasa lega mengira mereka melepaskan dirinya. Ia terus berlari, berusaha mencari tanda-tanda seseorang yang bisa dimintai tolong.

Mata Tika mulai berkunang-kunang, karena tubuhnya belum pernah dipaksa berlari secepat ini, Tika berusaha untuk tidak jatuh tersungkur dan pingsan.

Tapi dari arah belakang kembali terdengar dencit roda, dan dalam sekejap box tadi kembali ada disampingnya, lalu tiba-tiba pintu samping box terbuka dengan keras menghantam tubuh Tika yang sedang berlari limbung.

Tika  merasa tubuhnya terlempar dan berputar sesaat sebelum akhirnya jatuh ke jalan berbatu. Tubuh Tika berguling-guling sebelumnya berhenti menabrak pohon di pinggir jalan tersebut.

Dalam kesakitan dan ketakutannya, Tika berusaha bangkit lagi tapi ia langsung tersungkaur antara sadar dan tidak.

Kemudian ia merasa tubuhnya diangkat dan dimasukan ke bak belakang box tadi. Tubuhnya gemetar, jatuhnya tadi tidak menyebabkan luka hanya Tika  merasa sakit dan pusing dikepalanya.

Lewat matanya yang kabur, ia melihat Botak menyuruh Hitam untuk kembali ke mobilnya dan melepaskan nomor polisinya, dan kemudian membakarnya.

“Nona manis ini nggak butuh mobil lagi. Soalnya dia kan udah ikut kita”.

“Jangan, jangan bakar mobil saya. Saya mohon!”, Tika berusaha berteriak, tapi yang keluar hanya kata-kata lemah, sambil berusaha bangkit.

“Hei, nona manis ini masih bisa ngomong!” Botak lalu menampar pipi Tika, membuatnya ia tergeletak kembali ke lantai box tadi sambil menangis.

Tak lama, Hitam kembali sambil membawa nomor polisi mobil Tika. Dari kejauhan, terlihat cahaya api yang berkobar membakar mobil Tika, termasuk semua yang ada di dalamnya.

Sekarang tak seorangpun tahu, milik siapa mobil tersebut atau tidak seorangpun dapat mencari kemana pengemudi mobil itu.

Kemudian Tika merasa, tangan seseorang mengikat kedua tangannya erat-erat di depan, setelah itu giliran kakinya, sementara Tika hanya bisa berharap dirinya mati saat itu juga.

Setelah selesai mengikat Tika, mereka berdua keluar dan menutup pintu belakang box itu. Dan sesaat kemudian, mesin mobil itu menyala dan mulai melaju. Tika pun jatuh pingsan dalam gelap.

Tika berusaha membuka matanya, dan perlahan-lahan sadar bahwa dirinya tidak ada di dalam box tadi. Dirinya terbaring di tanah berumput.

Hari sudah malam, dan ada api unggun didekatnya berkobar membuat sekitarnya bersinar terang. Tali yang mengikat tangan dan kakinya sudah tidak ada.

Tika memandang sekelilingnya dan kembali ketakutan melihat dua penculiknya sedang duduk didekatnya di atas sebuah batu. Botak memegang sebuah pisau yang besar, sementara Hitam mengacungkan sebuah pistol.

“Sudah bangun Non?”, sindir Botak.

“Sekarang kita mulai pesta kita!”, Mereka langsung tertawa sementara Tika menjerit ketakutan.
“Ma, ma, mau apa kalian?”.

Tika sudah putus asa. Dirinya sudah dikuasai seluruhnya oleh Botak dan Hitam, semua identitasnya terbakar bersama mobilnya.

Dan tidak ada seorangpun dari teman dan saudaranya tahu kemana ia pergi, karena rencananya ini semua dilakukannya secara tiba-tiba.

Tangis Tika mulai terdengar lagi, terisak-isak dihadapan laki-laki yang tanpa belas kasihan terus memperhatikan dirinya.

“Kita nggak bakalan menyakiti kamu Non”, jawab Botak, “Selama Non menuruti semua perintah kita. Semua. Ngerti Non?”.

Tika hanya mengangguk sambil menundukan kepala.

“Saya nggak bisaenger Non!”, bentak Botak.

“Saya mengerti”, Tika  menjawab disela tangis.

“Saya mengerti tuan!”, bentak Botak lagi.

“Saya mengerti Tuan”, ulang tika ketakutan.

“Sekarang coba Non berdiri!”

Perlahan Tika berdiri, sambil terus menundukan kepalanya.

“Lepasin semua pakaian Non!”.

“Y, y, ya Tuan”, Tika menarik t-shirtnya ke atas.

“Pelan dong!”, kata Botak kesal.

“Kita mau menikmati juga!”.

Putus asa, Tika menuruti perintah Botak, perlahan-lahan menarik t-shirtnya ke atas melalui kepalanya.

Buah dadanya terlihat ditutupi oleh BH yang halus dan berwarna putih. Dengan tangis yang makin keras, ia melepaskan BH tapi dan menjatuhkannya ke tanah.

Sekarang Tika berdiri dengan dada terbuka, payudaranya yang bulat terlihat jelas disinari cahaya api unggun. Botak dan Hitam bersuit-suit dan bertepuk tangan kegirangan.

Muka Tika memerah mendengar komentar-komentar Botak dan Hitam. Baru dua kali ia bertelanjang di depan laki-laki, pertama kali di depan Achmad, tunangannya yang ternyata sekarang berkhianat. “Celananya sekalian Non!” perintah Botak.

Perlahan, Tika membuka kancing depan celananya dan perlahan menurunkannya, akhirnya celana itu jatuh di kakinya, lalu dengan air mata meleleh di pipi Tika menarik turun celana dalamnya,

sehingga sekarang ia betul-betul telanjang bulat. Tika berusaha menutupi kemaluan dan buah dadanya dengan tangannya.

Tapi Botak menggerak-gerakan pisaunya, menyuruh Tika menurunkan tangannya. Tika langsung menurunkan tangannya, dan sekarang Botak dan Hitam berjalan mengelilinginya mengagumi tubuhnya.

“Coba sekarang Non berlutut dan merangkak ke temen saya di sana!” perintah Botak, dan Tika menuruti perintahnya, ia merangkak dengan tangan dan lututnya mendekati Hitam yang tinggi dan besar.

“Nah, sekarang coba Non, masukin punya teman saya itu ke mulut Non. Jilatin sama isep, sampe dia keluar. Kalo nanti di keluar, Non musti telen semuanya, jangan sampe ada yang kebuang.

Dan ati-ati jangan sampe punya temen saya itu kegigit. Kalo sampe kegigit, terpaksa saya potong puting susu Non!”

Tika kembali shock, ia belum pernah memasukkan penis ke dalam mulutnya. Perasaannya muak membayangkan memasukan penis ke dalam mulutnya, ia lebih ketakutan mendengar ancaman Botak yang akan memotong puting susunya jika ia tidak menuruti perintahnya.

“Si, si, siap Tuan”, jawab Tika sambil meraih kancing celana Hitam.

“Tunggu”, tiba-tiba Hitam berkata, membuat Tika berhenti kebingungan.
“Minta ijin dulu dong Non!”.

Tika menangis lagi, melihat dirinya sedang dilecehkan oleh kedua orang itu. Ia takut sekali akan terus-menerus mengalami ini.

“Bo, bo, boleh saya jilat punya Tuan?”, Tika  berusaha mengeluarkan suara ditengah isak tangsinya. Pipi Tika tampak berkilat-kilat basah oleh air mata.

“Yah, silakan deh”, jawab Hitam.

“Soalnya Non sopan sekali sih mintanya.” Jari-jari Tika gemetar berusaha melepaskan kancing celana Hitam, setelah berhasil restleting celana Hitam langsung terbuka dengan sendirinya.

Melihat apa yang keluar dari celana itu, tidak heran restleting celana tadi tidak bisa menahan apa yang ada di dalamnya.

Celana dalam Hitam sudah turun dengan sendirinya tidak mampu menahan penis Hitam yang sudah tegang sekali.

Di depan mata Tika, penis itu mengacung dengan panjang sekitar 25 cm, dengan urat-urat yang menonjol.

Penis itu tampak berkilau-kilau ditimpa cahaya api unggun. Kepala penis itu sendiri berdiameter sekitar 8 cm. Hitam tertawa melihat wajah Tika memucat melihat penisnya.

“Lho, Non, katanya mau..”, kata Hitam tidak sabar. Tidak tahu bagaimana memulainya, Tika memajukan wajahnya dan menempelkan bibirnya yang mungil ke kepala penis tadi, dan mulai menciuminya.

Tika terus menciumi selama beberapa saat, kemudian ia mengeluarkan lidahnya lalu ia menjilati batang penis Hitam.

Sambil menelan ludah, Tika sekarang membuka mulutnya lebar-lebar dan memasukan kepala penis tadi ke dalam mulutnya, sedangkan lidahnya terus menjilati.

Nafas Hitam sekarang semakin berat dan terengah-engah, sementara itu Tika terus menjilati kepala penisnya, sesaat dirasakannya sesuatu yang asin di ujung penis Hitam.

Tika berusaha melupakan apa yang baru dijilatnya, sambil menutup matanya erat-erat, bibirnya menempel disekeliling penis tuannya yang baru.

Hitam mulai mengerang. Dengan tangan kanannya Tika memegang batang penis Hitam, sementara kepalanya bergerak maju mundur berirama dengan berusaha membuka rahangnya lebar-lebar agar giginya tidak bersentuhan dengan kepala penis Hitam.

Bibir Tika terus menggosok-gosok maju mundur pada kepala dan batang penis Hitam, sedangkan lidahnya terus begerak menjilati dan membasahinya.

Hitam sekarang semakin keras mengerang, Tika ketakutan mendengar erangan Hitam menyangka ia telah berbuat salah dan menyakitinya.

Tapi Hitam terus membiarkan bibirnya menggosok-gosok penisnya. Terus, terus, terus sampai akhirnya.

Hitam tiba-tiba memegang rambutnya dan mendorong kepala Tika hingga wajah Tika bersentuhan dengan pinggulnya.

Hitam menyemprotkan sperma masuk ke dalam mulut Tika. Tika belum pernah merasakan sperma sebelumnya, ia tak berdaya menelan semua cairan kental yang terasa asin yang dalam sekejap memenuhi mulutnya, dan dengan leluasa masuk ke dalam perutnya.

“aararaagghh!”, erang Hitam, sementara Tika kembali menangis tak berdaya berusaha menelan semua sperma yang terus keluar dari penis Hitam.

“Telen semua!, Semuaakkhahh!”.

Lalu pegangan Hitam pada rambutnya perlahan mengendor dan aliran sperma yang keluar melambat dan akhirnya berhenti.

Selama beberapa saat Tika masih memasukan penis Hitam dalam mulutnya, takut akan berbuat salah dengan mengeluarkan penis si Hitam tanpa perintah.

Tapi Hitam akhirnya menarik keluar penisnya dari mulut Tika . Tika langsung membungkuk terengah-engah menghirup udara,

beberapa kali berusaha menelan sisa-sisa sperma yang masih menempel di lidah dan langit-langit mulutnya, dan Hitam yang juga terengah-engah, berusaha berbicara.

“Kita bener-bener nemuin emas di sini”, Ia tertawa.

Tubuh Tika berkeringat walaupun sebernarnya udara sekitar situ cukup dingin.

“Nona manis ini bener-bener hebat!”, lanjut Hitam.

“Oke nona manis”, Botak maju.

“Giliran saya sekarang!”, Melihat tidak ada yang bisa dilakukannya, dan berharap bila ia menuruti perintah mereka ia akan dibebaskan Tika berlutut di depan Botak dan berkata. “Tuan, bolehkan saya memuaskan Tuan?”.

“Tentu saja boleh!”, jawab Botak sambil menyeringai. Tika kembali membuka celana Botak dan tak lama kemudian keluarlah penis Botak di depan wajah Tika .

Penis Botak tidak sebesar milik Hitam, tapi kepala penisnya sangat besar dan berwarna ungu. Tika melakukan kembali apa yang baru saja ia lakukan terhadap Hitam, menciumi, menjilati penis Botak sampai Botak mengerang mencapai puncak kenikmatan.

“aakkhh! aakkhh! Teruusshhkk! aakkhh! Botak berteriak dan spermanya keluar deras masuk ke mulut Tika.

Sperma Botak terasa lebih pahit dari milik Hitam, tapi tidak sebanyak yang dikeluarkan oleh Hitam, Tika berusaha untuk menelan semua cairan kental pahit itu ke dalam perutnya.

Botak menarik keluar penisnya, sementara Tika tersungkur dan menangis tak berdaya, berharap mereka berdua puas dan melepaskan dirinya, tapi ternyata harapan yang sia-sia.

Hitam berdiri di hadapan Tika, mata Tika terbelalak melihat penis Hitam sudah tegang dan mengacung kembali.

“Berdiri!”, perintah Hitam.

“Ya Tuan!”, Tika  berdiri sambil menghapus tangis yang mengalir di pipinya.
“Naik ke belakang box dan berbaring telentang”.

“Iya Tuan, saya naik Tuan”, Tika naik ke belakang box.

Di lantai box itu sudah tergelar kasur tipis. Tika pasrah menyadari sekarang dirinya akan segera diperkosa oleh kedua orang itu.

Sambil menangis Tika merangkak naik dan berbaring telentang di atas kasur, gemetar ketakutan dan kedinginan.

Sekarang Hitam merangkak ke atas tubuh Tika, Tika ngeri, aku bisa sesak nafas jika ia menindihku. Tuhan, tolong saya Tuhan. Tapi yang dilihatnya cuma wajah Hitam yang menyeringai.

Hitam memajukan pinggulnya, dan Tika langsung menjerit kesakitan ketika kepala penis Hitam mulai membuka bibir vaginaya.

Dia tidak pakai kondom, Tika tersadar, dia akan menghamiliku! Ketakutan akan dihamili oleh Botak, Tika  terus menangis ketika penis Hitam terus masuk menyakiti vaginanya.

“Aduuhh, Sakiitt! Sakit Tuaan!, Tika menjerit-jerit.

“Tuhaan! Sakiitt!”, Tapi Hitam terus bergerak makin cepat dan keras, makin lama makin dalam penis Hitam masuk ke dalam vagina Tika. 10, 15, 20 dan 25 cm penis Hitam masuk!

“Saakiitt!”, jerit Tika.
“Ampuunn! Ampuunn!”.

Jeritan Tika hanya menambah semangat Hitam. Ia makin keras menghentak-hentak, pinggul dan pantat Tika terbanting-banting di lantai box.

Penis Hitam hampir sebesar pergelangan langan Tika, dan seluruhnya bergerak keluar dan masuk vagina Tika yang masih sempit.

Tika merasa bagian bawah dirinya seperti tersobek-sobek, tak terlukiskan sakit yang dirasakan oleh Tika, sakit sekali sehingga Tika merasa akan mati saat itu juga.

Hitam terus memperkosa Tika, sampai Tika terlalu sakit dan lelah untuk bisa berteriak, tiba-tiba Hitam berguling dan mengangkat tubuh Tika hingga terbaring di atas perutnya.

Tika terbaring terengah-engah dengan penis Hitam yang masih masuk seluruhnya. Hitam lalu memegangi pantat Tika dan mulai bergerak lagi, sekarang lebih perlahan tapi masih tetap menyakitkan.

Tika masih menangis di atas dada Hitam, sementara Hitam terus memompa keluar masuk. Sebelum Tika berhasil bernafas dengan normal kembali, dirasakannya sebuah kepala penis mendorong tepat di liang anusnya yang kecil dan rapat.

“Ya Tuhan, ya Tuhan! Jangaann!”, Tika melolong ketika penis Botak mulai menembus masuk anusnya senti demi senti. Ya Tuhan, jangan Tuhan.

Aku diperkosa dua orang sekaligus! Tolong Tuhan, jerit Tika dalam hati. Dengan satu dorongan final, penis Botak terbenam seluruhnya dalam anus Tika.

“aarrhhkkhh!”, Tika menjerit dan menjerit.

“Sakiit!, Sakiit! Sakiit! Ampuunn!”, Tapi Botak dan Hitam terus bergerak keluar masuk, sampai akhirnya Tika hanya bisa merintih “..sakit,.. Sakit,.. Sakit..”

Dan akhirnya Tika merasakan hentakan pinggul Hitam dan cairan hangat terasa memenuhi vaginanya.

Hitam telah mencapai orgasme, Tika mengetahui itu dan ia menyadari dirinya akan hamil karena saat itu adalah saat suburnya.
Tika sudah tidak mampu lagi bergerak ketika Botak, juga dengan keras dan brutal mencapai puncak dan meyemprotkan spermanya dalam anus Merry.

Dan, kedua laki-laki itu dengan terengah-engah terbaring lemas dengan Tika tepat berada ditengah-tengah mereka.

Perlahan Tika merasakan batang kejantanan yang masih bersarang di dalam liang kewanitaan dan juga duburnya telah mengecil, dan mereka terlelap kelelahan.

Sedangkan Tika, jatuh pingsan di atas tubuh Hitam, dan ditindih oleh Botak, sementara sperma meleleh keluar dari vagina dan anusnya serta perlahan mengering.

Dengan tubuh berkeringat karena teriknya matahari, tubuh Tika terbaring di atas perutnya dengan tangan kaki terikat pada dua buah batang pohon.

Sekarang ia berbaring seperti huruf X di atas rumput dan pasir. Ketika ia mengangkat kepalanya dilihatnya Hitam dan Botak ada di dekatnya, kembali Tika memohon-mohon untuk dikasihani,

 “Tuan, saya mohon Tuan, jangan sakiti saya lagi Tuan. Saya akan lakukan apa saja yang Tuan suruh. Saya janji Tuan!”.

Botak maju ke depan dan Tika langsung ketakutan melihat Botak memegang sebuah logam yang panjang dan lentur, mirip dengan sebuah antena radio mobil.

“Saya tau Non pasti nurut sama kita. Yang kita mau adalah denger nona manis dan cantik macem Non menjerit-jerit minta ampun”.

“Tapi kenapa Tuan?” tapi Botak cuma tersenyum. Tika langsung meronta-ronta ketika dirasakannya tangan Botak mengusapi pantatnya.

“Jangan! Ampuun, Jangan pecut Saya.., Tuann! Ampuun!”, Tika berusaha melepaskan diri dari ikatan.”Halus sekali”, Ia mendengar Botak berkata. Sebuah jeritan melengking ketika pecut logam tadi mendarat di pantat Tika.

“aaiaiaiaahh!”, Tika menjerit. Dan sekali lagi pecut itu mendarat dan jeritan terdengar lagi.

Sekitar sepuluh kali Botak mengayunkan pecutnya, tapi pada pecutan yang kelima Tika sudah tidak mampu lagi menjerit karena kehabisan tenaga dan nafas.

Ketika tangan Botak kembali meraba pantatnya sakit kembali menyengat dan Tika merasakan darah meleleh mengalir turun keluar dari tempat Botak mengayunkan pecutnya.

Segera setelah itu, tangan Tika dilepaskan dari batang pohon dan diikat menjadi satu di depan. Sementara kakinya dilepaskan sama sekali.

Lalu ia didorong hingga jatuh telentang dan saat itu juga dirasakannya cairan hangat kental jatuh di atas wajahnya.

Ternyata dengan menyiksanya dengan pecut tadi Botak mencapai puncak kenikmatan dan menyemprotkan spermanya ke wajah Tika.

Setelah itu Tika ditarik berdiri, dan Hitam berkata, “Non, kita mau ngundang Non ke rumah kami. Sekitar 3 kilo dari sini.

Di sana ada beberapa temen kami, yang tentu juga pengen berkenalan sama Non. Kami pikir mereka pasti suka sama Non, suka sekali malah!”.

Tika kembali gemetar dan pucat, mereka akan memperkosanya lagi, dan sekarang bukan hanya dua orang tapi banyak orang. Tika langsung jatuh berlutut.

“Jangan, saya mohon Tuan, jangan bawa saya Tuan! Jangan, ampun Tuan!” Tika berkata sambil menangis.

“Hush, hush, hush, inget kata saya. Non nurut apa yang kami bilang”. kata Botak sambil menarik tangan Tika untuk berdiri lagi. Tika tidak berkata-kata lagi, ia hanya masih terus menangis.


Sementara itu Hitam mengikat tali yang ada di tangannya dengan sebuah tali yang lain dan ujung tali tersebut diikatnya ke bemper belakang mobil box mereka.

Pertama Tika kebingungan melihat itu, tapi ia tersadar, “Jangan, jangan, saya tidak sanggup”.

Botak dan Hitam terus masuk ke dalam kabin box dan Botak berkata, “Cuma 3 kilo Non. Non pasti bisa”. Sambil tertawa ia menyalakan mesin.

Tika berdiri dengan limbung karena kesakitan akibat pecutan Botak, berusaha menahan dirinya agar tidak ambruk jatuh.

Box tadi maju dan tangan Tika tertarik ke depan, dan tubuhnya tertarik dan terbanting ke depan. Box itu berhenti, dengan putus asa Tika kembali berusaha berdiri.

Box tadi mulai maju dan di belakang Tika mulai berlari kecil menyeberangi padang rumput yang berbatu dan luas, sambil menyeringai kesakitan, dengan tubuh telanjang, putus asa.

Tika berusaha menghilangkan pikiran itu, sementara box tadi terus melaju di terik matahari.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar